-->

Berita Harian

PENGUNJUNG

https://www.idblanter.com https://www.idblanter.com
https://www.idblanter.com
BERITA TERPOPULER TERPERCAYA DAN TERUPDATE MASA KINI
AYO DUKUNG MEDIA KAMI DAN DAPATKAN BERITA TERBARU YANG TERUPDATE, TERBAIK, TERHEBAT DAN TENTUNYA MEDIA TERPERCAYA ZAMAN NOW

Advertisement

iklan banner

Pages - Menu

Sunday 19 November 2017

MAKALAH ULUMUL QURAN NASIKH DAN MANSUKH

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Dosen Pembimbing: Bapak Ayis Mukholik



Disusun Oleh :
Ahmad Zam Zam Zainal Abidin

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
STEBANK SAFRUDDIN PRAWIRANEGARA
2017



KATA PENGANTAR

       Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Nasikh Mansukh” ini dengan baik. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing ummat manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang yakni Agama Islam.
       Makalah ini memuat pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar pustaka. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an semester 1 Jurusan Ekonomi Perbankan Islam STEBANK Jakarta.
       Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini berusaha menjelaskan mengenai ayat-ayat nasikh dan mansukh dalam Al Qur’an. Penulis sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan agar dapat menjadi pelajaran untuk penulisan makalah yang selanjutnya. Mohon maaf apabila ada kesalahan cetak atau kutipan-kutipan yang kurang berkenan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amiiiin.
                                                                                               


Jakarta, 10 November 2017

Penulis,








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ia meninggalkan dua kitab yang akan menjadi pedoman manusia hidup di dunia agar tidak tersesat yaitu Al-qur’an dan Al-hadits. Allah juga menurunkan syariat samawiyah kepada para utusanNya untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah dan muamalah. Tentang bidang ibadah dan mu’amalah memilki prinsip yang sama yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat. Tuntutan kebutuhan setiap umat terkadang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. Disamping itu, perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan pembentukan tidak sama dengan perjalannya sesudah memasuki era perkembangan dan pembangunan. Dengan demikian hikmah tasyri’ (pemberlakuan hukum) pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri’ pada periode yang lain. Tetepi tidak diragukan bahwa pembuat syari’at, yaitu Allah, rahmat dan ilmuNya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milikNya.
Oleh sebab itu, wajarlah jika Allah menghapuskan sesuatu syari’at dengan syari’at lain untuk menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuanNya yang azali tentang yang pertama dan yang terkemudian.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Nasikh dan Mansukh ?
2.      Bagaimana sejarah Nasikh dan Mansukh?
3.      Macam- macam naskh dan mansukh beserta contohnya?
4.      Cara mengetahui adanya nasakh dan mansukh?
5.      Apa fungsi memahami Nasikh Mansukh?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Nasikh dan Mansukh
Nasikh menurut bahasa mempunyai beberapa makna yaitu : Menghapus, merubah, membatalkan atau menggantikan hukum syara’ dengan yang lainnya. Adapun makna Nasikh menurut para Ulama’ ada empat (4) yaitu :
1.         Izalah (menghilangkan), seperti dalam ayat berikut :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ 
Artinya :
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun, melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksna.”(Qs.Al-hajj : 52)
2.         Tabdil (penggantian), seperti dalam ayat berikut :
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَّكَانَ آيَةٍ وَاللّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُواْ إِنَّمَا أَنتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ  
Artinya :
“Dan Apabila kami letakkan suatu ayat ditempat ayat lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja’. Bahkan, kebanyakan mereka tiada mengetahui.”(QS. An-Nahl: 101)
3.         Tahwil (memalingkan), seperti tanasukh Al-mawarist, artinya memalingkan pusaka dari seseorang kepada orang lain.
4.         Naql (memindahkan dari satu tempat ketempat yang lain)
seperti nasakhtu Al-Kitaaba, yakni mengutip atau memindahkan isi kitab tersebut berikut lafazh dan tulisannya. Sebagian ulama’ menolak makna keempat ini, dengan alasan bahwa si-nasikh tidak dapat mendatangkan lafazh yang di-mansukh itu, tetapi hanya mendatangkan lafazh lain.
Sedangkan, Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus atau dihilangkan atau dipindah atau disalin atau dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hukum syara’ yang baru yang datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansuhk itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum tadi.

B.    Sejarah Nasikh dan Mansukh
Asal mula timbulnya teori nasikh ialah bermula adanya ayat-ayat yang menurut anggapan mereka saling bertentangan dan tidak dapat dikompromikan.
Nasikh mansukh alam konteks eksternal agama yang lazim dikenal dengan sebutan al-badadiperselisihkan dikalangan antar pemeluk agama.Penolakan Yahudi dan Nasrani terhadap kemungkinan bada’ dan penerimaan kaum muslimin terhadap naskh antar agama, pada dasarnya timbul karena adanya perbedaan paham ketiga agama ini terhadap kenabian dan kitab sucinya. Yahudi dan Nasrani tidak mengakui adanya naskh, karena menurut mereka, naskh mengandung konsep al-bada’, yakni muncul setelah tersembunyi. Maksudnya mereka adalah, naskh itu adakalanya tanpa hikmah, dan ini mustahil bagi Allah. Dan adakalanya karena suatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan. Dan ini pun mustahil pula bagi-Nya.
Cara berdalil mereka ini tidak dapat dibenarkan, sebab masing-masing hikmah naskh dan mansukh telah diketahui oleh Allah labih dahulu. Jadi pengetahuan-Nya tentang hikmah tersebut bukan hal yang baru muncul. Ia membawa hamba-hambaNya dari satu hukum ke hukum yang lain adalah karena sesuatu maslahat yang telah diketahuiNya yang absolut terhadap segala milikNya.
Pengetahuan tentang Nasikh dan Mansukh mempunyai manfaat besar, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kabur dan tidak terjadi kesalahpahaman. Oleh sebab itu, terdapat banyak atsar yang mendorong agar mengetahui masalah ini. Seperti yang diriwayatkan Ali pada suatu hari, ia bertanya pada seorang hakim “Apakah kamu mengetahui yang naskh dan yang mansukh?” “Tidak” jawab hakim itu. Maka kata Ali, “Celakalah kamu dan kamupun akan mencelakakan orang lain.”
Untuk mengetahui Nasikh dan Mansukh terdapat beberapa cara:
a.       Keterangan tegas dari Nabi
b.      Ijma’ umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh
c.       Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang belakangan berdasarkan sejarah.


C.    Macam-macam Naskh beserta contohnya
Berdasarkan kejelasan dan cakupanya, naskh dalam Al-Qur’an dibagi menjadi empat macam yaitu:
1.         Naskh Sharih
Yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat yang terdahulu. Misal ayat tentang perang pada ayat 65 surat Al-Anfal yang mengharuskan satu orang muslim melawan sepuluh orang kafir :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُواْ مِئَتَيْنِ وَإِن يَكُن مِّنكُم مِّئَةٌ يَغْلِبُواْ أَلْفًا مِّنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَفْقَهُونَ
Artinya :
“Hai Nabi, korbankanlah semangat orang mukmin untuk berperang jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, pasti mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu kafir, sebab oang-orang kafir adalah kaum-kaum yang tidak mengerti.“ ( QS.Al-Anfal : 65 )
Dan menurut jumhur ulama’ ayat ini di-naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama :
الآنَ خَفَّفَ اللّهُ عَنكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِن يَكُن مِّنكُم مِّئَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُواْ مِئَتَيْنِ وَإِن يَكُن مِّنكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُواْ أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللّهِ وَاللّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya :
“ Sekarang Allah telah meringankankamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemahan. Maka jika ada diantara kamu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan jika diantar kamu terdapat seribu  orang (yang sabar), mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang kafir.” ( QS.Al-Anfal : 66 )
2.         Naskh dhimmy
Yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan, tidak bisa dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta keduanya diketahui waktu turunya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu. Misalnya ayat tentang kewajiban wasiat kepada ahli waris yang dianggapmansukh oleh ayat waris.
3.         Naskh kully
Yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya, ‘iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah: “orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari..”, di-naskh oleh ketentuan ‘iddah satu tahun pada ayat 240 dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya)...”, dalam surat yang sama.
4.         Naskh juz’i
Yaitu menghapus hukum umum yang berlaku pada semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus hukum yang bersifat muthlaq dengan hukum yang muqayyad. Contohnya, hukum dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur (24) ayat 4: “ dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”, dihapus oleh ketentuan li’an, bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika sipenuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama “ dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.

Berdasarkan jenis penghapusannya, maka dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1.      Al-qur’an menasakhkan Al-qur’an.
Contoh: QS al-anfal: 65 yang dinasakhkan oleh ayat berikutnya 66.
2.      Al-qur’an menasakhkan As-sunah.
Contoh: Perbuatan nabi dan para sahabat menghadap Baitul Maqdis dalam shalat dinasakhkan oleh ayat QS: al-baqarah:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya...”.
3.      As-sunnah menasakhkan As-sunnah.
Contoh: “aku telah melarangmu menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah
4.      As-sunnah menasakhkan Al-qur’an (imam Syafi’i menolak).
Contoh: QS al-Baqarah: 180
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
dinasakhkan dengan hadits mutawatir “ketahuilah, tidak ada wasiat untuk ahli waris”
D.     Cara mengetahui adanya Nasakh
Ulama dalam membahas masalah Nasikh dan Mansukh membagi Naskh kedalam tiga kategori utama, yaitu:
1.      Wahyu yang terhapus, baik hukum maupun teksnya di dalam mushaf (naskh al-hukm wa al-tilawah jami’an) Contohnya adalah riwayat yang datang dari aisyah tentang terjadinya muhrim karena sepuluh kali susuan, kemudian di naskh dengan lima kali susuan.
“Aisyah berkata: di antara yang di turunkan kepada beliau adalah sepuluh susuan yang di ketahui (ma’lum) itu menyebabkan muhrim, kemudian (ketentuan) ini di naskh oleh lima susuan yang di ketahui (ma’lum). Maka ketika Rasulullah SAW. meninggal dunia, lima susuan ini (hukum yang terakhir) tetap di baca sebagai bagian dari teks Al-Qur’an.”
            Kata-kata aisyah ‘lima susuan ini termasuk ayat al-qur’an yang di baca’ secara dzahir dapat di pahami bahwa tilawahnya masih tetap, padahal tidak demikian, sebab teks tersebut tidak terdapat di dalam mushaf resmi usmani. Yang jelas bahwa teks ayat tersebut juga telah di naskh. Hal ini baru di ketahui masyarakat setelah meninggalnya rasulullah saw, sementara sebagian mereka masih membacanya.
2.      Wahyu yang terhapus teks atau bacaannya, tetapi hukumnya masih berlaku (naskh al-tilawah duna al-hukm).
Contoh yang sering muncul adalah ayat rajam, ayat yang mengungkapkan bentuk hukuman rajam bagi orang yang berzina. Dalam beberapa riwayat di nyatakan bahwa Umar bin Khatab memandangnya sebagai bagian dari teks alqur’an. Adapun ayat al-rajm tersebut berbunyi sebagai berikut:

ﺍﻠﺸﺦ ﻮﺍﻠﺸﻴﺨﻪ  ﺍﺬﺍ ﺯﻨﻴﺎ ﻔﺎﺭ ﺟﻤﻮﻫﻣﺎ ﺍﻟﺒﺔ ﻧﻛﺎﻻ ﻤﻥﷲ ﻮﷲ ﻋﻟﻴﻢ ﺤﻜﻴﻢ

Apabila seorang laki-laki dewasa dan seorang perempuan dewasa berzina, maka rajamlah keduanya, itulah kepastian hukum dari Allah dan Allah  maha kuasa lagi maha bijaksana
3.      Wahyu yang hanya terhapus hukumnya, sementara teks atau bacaanya masih terdapat dalam mushaf (naskh al-hukm duna al-tilawah)
Contoh: al-baqoroh 240 ,lalu diganti dengan al-baqoroh: 234.
Imam al-suyuti dengan mengutip perkataan al qadhi abu bakar al-arabi menjelaskan bahwa sedikitnya ada dua hikmah terhadap ayat yang di naskh hukumnya tetapi teks atau bacaanya tetap terekam dalam mushaf. Pertama, bahwa Al-Qur’an di samping di baca untuk di ketahui hukumnya dan di amalkan, juga di baca karena ia kalam Allah yang dengan membacanya akan mendapat pahala maka di biarkannya bacaan (tilawah) tersebut karena hikmah ini. Kedua, bahwa naskh pada ghalibnya adalah untuk meringankan, maka di biarkanya tilawah tersebut untuk mengingatkan nikmat yang di berikan.

E. Fungsi memahami Nasikh dan Mansukh

Fungsi memahami Nasikh dan Mansukh diantaranya sebagai berikut:
a.       Memelihara kepentingan hamba
b.      Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia
c.       Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
d.      Menghendaki  kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika Nasikh itu  beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih kehal yang mengandung kemudahan dan keringana.
Pengetaguan yang benar terhadap teks yang nasikh dan yang mansukh, disamping dapat membantu seseorang di dalam memahami konteks diturunkannya sebuah teks,juga dapat mengetahui bagian mana teks al-Qur’an yang turun lebih dahulu dan yang turun kemudian.Disisi lain, pengetahuan terhadap fenomena ini juga akan memperteguh kekayaan kita bahwa sumber Al-Qur’an yang hakiki adalah Allah. Sebab Dialah yang menghapuskan sesuatu dan menetapkan yang lainnya menurtut kehendakNya dan kekuasaaNya tidak dapat diintervensi oleh kekuatan apapun.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
       Nasakh adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khithab) syara’ yang lain. Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan disebut Nasikh. Sadangkan mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.
Hikmah nasakh secara umum ialah untuk menunjukkan bahwa syari’at agama islam adalah syari’at yang paling sempurna, selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa terpelihara dalam semua keadaan dan di sepanjang zaman, untuk menjaga agar perkembangan hukun Islam selalu relevan dengan semua situasi dan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang sederhana sampai ke tingkat yang sempurna, untuk menguji orang mukallaf, apakah dengan adanya perubahan dan penggantian-penggantian dari nasakh itu mereka tetap taat, setia mengamalkan hukum-hukum Tuhan, atau tidak, untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia mengamalkan hukum-hukum perubahan, untuk member dispensasi dan keringanan bagi ummat Islam.













DAFTAR PUSTAKA
Al-Qhaththan, Manna’ Khalil. 2009. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: PT. Litera AntarNusa. HALIM JAYA.



 

This post have 0 comments

Next article Next Post
Previous article Previous Post