-->

Berita Harian

PENGUNJUNG

https://www.idblanter.com https://www.idblanter.com
https://www.idblanter.com
BERITA TERPOPULER TERPERCAYA DAN TERUPDATE MASA KINI
AYO DUKUNG MEDIA KAMI DAN DAPATKAN BERITA TERBARU YANG TERUPDATE, TERBAIK, TERHEBAT DAN TENTUNYA MEDIA TERPERCAYA ZAMAN NOW

Advertisement

iklan banner

Pages - Menu

Friday 13 April 2018

Revitalisasi masjid ke fungsinya yang lebih luas
Oleh: Andi Prayoga ( Mahasiswa STEBANK)
Hampir kebanyakan masyarakat mendefinisikan atau memahami masjid hanya sebagai tempat beribadah saja. Sebetulnya pemahaman seperti ini tidak sepenuhnya salah, karena realita empirisnya, kita bisa melihat banyak masjid digunakan sebagai tempat umat muslim melakukan ibadah. Tetapi kalau melihat historis “masjid” pada zaman klasik islam, tentu pendefinisian masjid hanya sebagai tempat ibadah belaka merupakan definisi yang sangat sempit dan kekurangan makna. Pasalnya, oleh nabi Muhammad sendiri pada waktu itu, memfugsikan masjid tidak saja sebagai pusat ibadat melainkan juga sebagai pusat peradaban umat manusia. Berkaitan dengan ini, seorang pemikir islam, Nur Kholis Majid, dalam bukunya “kaki langit peradaban islam” berpendapat bahwa, “sebuah masjid tidak cukup hanya sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan ibadat semata (shalat, misalnya), melainkan diarahkan kepada fungsi yang lebih luas lagi.” Mungkin, Nur Kholis Majid berpendapat seperti ini, pasti karena ia mengetahui sejarahnya, bagimana sebenarnya masjid difungsikan pada zaman klasik islam.
Sejarah memang telah menceritakan kepada manusia bahwa, nabi Muhammad setelah hijrah dari Mekah ke Madinah kemudian langsung membangun masjid yang bernama “Nabawi” dan beliau pun kemudian menggunakan dan memfungsikannya untuk seluruh kegiatan, dari mulai peribadatan, pengajaran, latihan militer, diplomasi, tempat musyawarah semacam majelis atau (MPR) sekarang ini.  Dari penggunaan masjid yang dicontohkan oleh pahlawan revolusi sekaligus seorang politisi islam itu, tergambarkan difikiran kita bahwa masjid sangat luas dan banyak kegunaannya, bukan saja solat, tetapi politik juga, sehingga sangat pantas kalau dikatakan, “masjid adalah pusat peradaban”. Dengan demikian jelasnya, barangkali muncul pertanyaan, apakah masjid-masjid sekarang sudah menjadi pusat peradaban? Tentu saja jawabannya belum. Dan realita ini adalah paradoks

Realitas kegunaan Masjid
Bukan saja di Indonesia. Tetapi ada juga beberapa negara yang ingin mengembalikan peran dan fungsi masjid seperti pada zamannya nabi Muhammad. Seperti di Barat, Washington DC, yaitu kota yang pertama kali membangun masjid. Umat muslim disana juga menggagas ide terkait revitalisasi masjid seperti masjid pada zamannya nabi Muhammad. Sehingga terkenal ide mereka yang disebut “Islamic Center” yaitu gagasan tentang masjid sebagai pusat peradaban. Adanya keinginan masyarakat, baik di Indonesia maupun luar negri yang ingin mengembalikan masjid sebagai pusat peradaban, mengindikasikan bahwa selama ini masjid masih sangat minim dari fungsi dan perannya yang sesungguhnya.  Kalau diadakan survei mengenai daerah masyarakat yang menjadikan masjid sebagai pusat peradaban, seperti yang dilakukan oleh nabi Muhammad dan pengikutnya pada waktu itu, maka, tentu hasilnya sedikit, atau mungkin tidak ada. Ini merupakan realitas yang bisa dilihat dan dirasakan umat muslim dimana pun terkait minimnya fungsi masjid saat ini.

Masjid: Revitalisasi ke-Multifungsinya
Tidak sedikit pintu masjid ditutup atau gerbangnya (bagi masjid yang bepagar), dengan alasan menjaga keamanan. Tidak sedikit juga masjid yang membuat larangan yang “aneh-aneh”, seperti larangan untuk tidur, padahal dalam islam dibolehkan seseorang yang tidur di masjid dengan alasaan: pertama, butuh untuk istirahat karena dalam perjalanan. Kedua, orang miskin yang tidak punya tempat tinggal. Dan ketiga, untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti pelajar/mahasiswa: mengerjakan tugas, belajar, diskusi dan lain sebagainya. Bagi masyarakat setempat, tentu masjidnya bisa dijadikan sebagai tempat bermusyawarah-mufakat dalam perbaikan mayarakat daerah kearah yang lebih baik, maju dan berkembang kedepannya.
Oleh karena itu, guna menjadikan masjid sebagai pusat perdaban yang jauh lebih bermanfaat bagi masjidnya sendiri dan juga masyarakatnya, ada beberapa hal yang perlu direhabilitasi:
Pertama, kemaanfaatan masjid harus terbuka untuk umum tanpa memandang kegiatan apa yang mau dilakukan didalamnya, dengan syarat kegiatan positif yang bermanfaat bagi perkembangan masjid maupun masyarkatnya.
Kedua, disamping menjadi tempat ibadat, masjid juga harus menjadi tempat perekonomian. Seperti usaha dan dagangan yang mendapatkan nilai rupiah. Kemudian hasil usaha dan dagangannya juga bisa dimanfaatkan kepada pembangunan masjidnya juga masyarakatnya, terutama fakir-miskin. Kalau perlu, juga bisa digunakan untuk bayaran honor penceramah.
Ketiga, takmir (pengurus) masjid harus sering mangadakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi perkembangan masjid dan masyarakat.
Keempat, sebisa mungkin, takmir atau pengurus masjid mengundang penceramah atau pemateri yang canggih-canggih. Kualifikasi canggih adalah berkualitas bagus, kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni.
Kelima, jadikan masjid sebagai tempat pemberdayaan manusia: menampung orang fakir dan miskin, merangkul anak-anak yang tidak bersekolah untuk kemudian dididik ilmu agama maupun dunia.
Dari kelima solusi tersebut, jika terlaksana, maka tentu masjid sangat bermaanfaat bagi masyarakatnya. Karena percuma masjidnya berdiri tegak dan kokoh sedangkan disekitarnya masih banyak orang miskin yang tak punya tempat tinggal dan anak-anak yang tak terdidik. Karena sesungguhnya islam yang “kafah” bukan hanya yang berhubungan dengan Tuhan, akan tetapi saat bersamaaan juga harus berhubungaan dengan lingkungaan dan masyarakat sosial.
Yakin Usaha Sampai”












 

This post have 0 comments

Next article Next Post
Previous article Previous Post