Nama : WAHAB
Jurusan : PERBANKAN EKONOMI
SYARIAH
Semester : 3
MAKALAH
PELAKSANAAN EKONOMI
ISLAM DALAM PEREKONOMIAN DEWASA INI
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial dimana
Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata dan menganggap
bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal, asuransi,
transaksi eksport serta import, dll. Bahkan mereka beranggapan bahwa
Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya sebagai penghambat
perekonomian suatu bangsa, sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan
semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan
ketentuan Ilahi.
Cara pandang di atas bisa dikatakan sempit dan belum melihat Islam secara
“kaffah”. Islam adalah agama yang universal, bagi mereka yang dapat memahami
dan melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan total akan sadar bahwa sistem perekonomian
akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila didasari oleh nilai-nilai dan
prinsip syari’ah Islam, dalam penerapannya pada segenap aspek kehidupan bisnis
dan transaksi ummat.
Sistem Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat digunakan oleh
siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang apapun serta tidak
dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk diterapkan dalam kondisi
apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja atau acuan norma-norma
islami.
Anggapan tersebut telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi dan moneter
yang melanda Indonesia dan Asia beberapa waktu yang lalu bahwa sistem yang kita
anut dan dibanggakan selama ini khususnya di bidang perbankan kiranya tidak
mampu untuk menanggulangi dan mengatasi kondisi yang ada, bahkan terkesan sistem yang ada saat ini dengan tidak adanya
nilai-nilai Ilahi yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan
lainnya sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya “ Lintah Darat ” yang telah menghancurkan sendi-sendi
perekonomian bangsa Indonesia sendiri. Sebaliknya bagi dunia perbankan dan
lembaga keuangan Islam yang dalam operasionalnya bersendi pada Syari’ah Islam,
krisis ekonomi dan moneter yang terjadi merupakan moment positif dimana bisa
menunjukkan dan memberikan bukti secara nyata dan jelas kepada dunia perbankan
Dengan bukti di atas, sudah saatnya bagi para penguasa negara, alim ulama dan
cendekiawan muslim Indonesia untuk membuka mata dan merubah cara pandang yang
ada bahwa Sistem Perbankan Syari’ah merupakan alternatif yang cocok untuk
ditumbuh kembangkan dalam dunia perbankan Indonesia ini. Namun disayangkan
perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia terkesan lambat dan kurang
dikelola secara serius, terbukti dari data yang diperoleh dari BI Surabaya per
Maret 2000 jumlah BPR Konvensional yang ada di Jawa Timur mencapai 427
sedangkan BPR Syari’ah baru mencapai 6 (1,4%), dimana 5 diantaranya tergolong
sehat dan 1 kurang sehat.
Kurang berkembangnya Sistem Perekonomian Islam, khususnya Perbankan
Syari’ah di Indonesia terletak pada umat Islam sendiri. Masih banyak umat Islam
di Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan
sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin
karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan: "Syaitan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui". Apabila
perekonomian di Indonesia telah didasari oleh norma-norma Islam tentunya tidak
akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan taraf hidup dan perekonomian ummat
seperti yang terjadi saat ini.
BAB II
ISI
A.
Perkembangan Ekonomi Islam
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah
perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam, berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain,
lahir karena dua faktor;
·
Pertama Berasal dari ajaran agama yang melarang riba dan menganjurkan sedekah.
·
Kedua timbulnya surplus dan yang disebut petro-dollar dari
negara-negara penghasil dan pengekspor minyak dari Timur Tengah dan
negara-negara Islam. Adalah suatu kebetulan, bahwa lading-ladang minyak
terbesar di dunia ini berada di negara-negara Muslim.
Sebenarnya kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan
pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke 20. Tapi
gagasan tersebut hanya melahirkan satu dua bank kecil yang tidak berdasarkan
bunga. Sebabnya mudah dipahami, yaitu karena tiadanya modal finansial yang
mencukupi yang dimiliki kaum Muslim. Pada waktu itu juga sudah disadari adanya
doktrin sedekah atau zakat dan K.H. Ahmad Dahlan sudah punya gagasan untuk
membentuk lembaga amil (penghimpun dan pengelola) zakat. Tapi dana yang
berhasil dikumpulkan itu dibutuhkan langsung untuk dakwah dan penyantunan fakir
miskin. Karena itu belum ada gagasan untuk menjadikan dana zakat sebagai modal
bank.
Gagasan penghimpunan zakat untuk modal bank baru timbul di Mesir pada awal
dasawarsa 60-an. Maka pada tahun 1963, atas prakarsa seorang cendekiawan Mesir
Dr. Ahmad al Najjar, dibentuk bank pedesaan (rural bank) bersama
Mir-Ghamr Bank. Bank itu sesungguhnya cukup sukses, namun karena tersandung
oleh alasan politik pada zaman pemerintahan otoriter Jamal Abdul Nasser, bank
itu ditutup pada tahun 1967. Namun eksperimen bank Mir-Ghamr itu
dihidupkan kembali dalam Nasr-Social Bank, dengan sponsor Pemerintah untuk
menolong masyarakat lemah sebagai bagian dari sosialisme Arab-Mesir. Namun bank
tersebut tidak lama umurnya karena berhenti beroperasi pada tahun 1976.
Dewasa ini, menurut International Association for Islamic Bank, jumlah
bank-bank Islam di seluruh Dunia Islam, yang mencakup 40 negara-negara Muslim
maupun non-Muslim sudah lebih dari 200 unit, padahal pada tahun 1986 baru
berjumlah 35 unit, dengan aset sebesar US$200,- miliar, di antaranya
deposito sebesar US$ 80,- miliar. Di antara bank-bank itu muncul kelompok
trans-national group, yaitu Dar al Mal al Islami dan al-Baraka-Dallah Group.
Satu di antaranya adalah Islamic Development Bank (IDB), yang sahamnya dimiliki
oleh negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi
Islam). Setiap negara Muslim punya hak untuk meminta bantuan dana dari IDB ini,
di antaranya Indonesia telah memperoleh dana melalui BMI yang memperoleh modal
sehingga IDB ikut memiliki 35% saham BMI dan baru-baru ini BMI juga memperoleh
dana tambahan sebesar US$ 100,- juta guna memperkuat permodalannya. Selain itu,
Reksadana Syariah yang dulu dipimpin oleh Iwan Poncowinoto, telah memperoleh
pinjaman sebesar US$ 100,- miliar dan telah berhasil dikembalikan. Tapi secara
umum Indonesia belum memanfaatkannya secara maksimal.
Dari perjalanan perbankan dan lembaga keuangan Islam itu dapat
ditarik keterangan, bahwa, perekonomian Islam yang selama ini berkembang
dimulai modal fisik (physical capital) atau modal alam (natural
capital), khususnya yang berasal dari minyak bumi. Dari hasil surplus ekspor
minyak bumi ini terbentuk modal financial (financial capital).
Namun hingga sekarang pun belum muncul gagasan untuk membangun usaha kecil
dan menengah (UKM) di Dunia Islam. Namun di Indonesia, bank-bank syariah,
khususnya BMI, telah mengarahkan 70% dananya untuk membiayai usaha UKM.
Demikian pula lembaga-lembaga perbankan syariah baru seperti Bank Syariah
Mandiri (BSM), BNI-Syariah dan Bank IFI-Syariah, telah mengarahkan
sebagian besar dananya untuk UKM.
Perkembangan penting dan khas perbankan syariah di Indonesia adalah
berkembangnya Bait al Maal wa al Tamwil dan Bait al Tamwil Muhammadiyah.
Jumlahnya sekarang sudah mendekati angka 4.000 unit dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) yang jumlahnya sekitar 86 unit. Lembaga ini merupakan
bentuk lembaga keuangan mikro yang sangat sukses. Dan berbeda dengan lembaga
keuangan mikro atau Grameen Bank di Bangladesh, BMT dan BTM di Indonesia ini
tumbuh dari bawah yang didukung oleh deposan-deposan kecil. Walaupun tidak
diakui sebagai bank, namun lembaga BMT-BTM ini telah menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana dari, untuk dan oleh
masyarakat. Dengan perkataan lain BMT-BTM merupakan perwujudan demokrasi
ekonomi. Apalagi sebagian besar BMT-BTM berbadan hukum koperasi yang merupakan
badan usaha yang berdasarkan asas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Namun
lembaga keuangan mikro ini masih tetap kekurangan dana dibanding dengan
kebutuhan dana masyarakat.
Salah satu ciri khas lembaga keuangan Islam adalah kaitannya yang erat
dengan sektor riil, sebab dalam sistem non-ribawi, penghasilan lembaga keuangan
tergantung dari keuntungan, terutama yang bersumber dari nilai-tambah yang
diciptakan oleh sektor riil, khususnya pertanian dan industri. Karena
itu, maka pertumbuhan perbankan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah perlu
ditunjang dengan pengembangan bisnis.
Indonesia dan Dunia Islam dewasa ini baru dalam taraf memperhatikan modal
manusia yang unsur utamanya adalah pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill). Modal manusia yang dibutuhkan adalah wira swasta, tenaga teknik dan
manajer. Hanya saja pengembangan SDM ini membutuhkan waktu lama, karena itu
perlu ditemukan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih praktis misalnya sistem
magang sebagaimana dikembangkan di Jerman sejak abad pertengahan.
Pendidikan turun menurun, melalui keluarga memerlukan perhatian dan karena itu
perlu mendapatkan perhatian pemerintah.
B.
Peran Ekonomi
Islam di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,5%. Namun, catatan angka diatas kertas tersebut berbanding jauh
terhadap realita di lapangan. Dengan jumlah penduduk sebanyak 259.940.857 jiwa,
Indonesia masih memiliki warga yang menganggur sebanyak 12,8 juta jiwa dengan
pendapatan perkapita sebesar US$3.542,9 yang masih tergolong rendah. Hal itu
tentunya menjadi sebuah fenomena yang cukup miris mengingat Indonesia adalah
negara yang kaya akan SDA yang melimpah dan SDM yang cukup berkualitas. Ekonomi
islam yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1992 diharapkan dapat
berperan penting guna memecahkan permasalahan yang hingga sampai saat ini belum
bisa diselesaikan. Berikut merupakan peran-peran ekonomi islam yang dapat
dijadikan potensi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju.
1. Instrumen zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya merupakan icon
instrument yang dapat mensejahterakan ‘wong cilik’. Potensi zakat di
Indonesia mencapai Rp. 100 triliun. Dari dana tersebut, bangsa ini dapat
membangun ratusan sekolah dan puluhan rumah sakit. Selain itu, instrumen ini
guna menjawab amanat Pancasila dan UUD 1945, yakni menciptakan masyarakat yang
adil dan makmur (redistribution with growth). Bukan makmur baru adil (redistribution
from growth) ala kapitalisme liberal.
2. Penerapan konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab. Konsep ini
merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi.
Instrumen ekonomi seperti gadai, sewa-menyewa dan perdagangan harus menonjolkan
konsep ini. Penerapan konsep ini ditujukan agar tidak ada yang dirugikan dalam
kegiatan ekonomi dan menguntungkan semua pihak yang terlibat sehingga tidak
akan terjadi berbagai macam kecurangan-kecurangan yang dapat menimbulkan
konflik sosial.
3. Pelarangan riba dengan menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss
sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit
berikut instrumen bunganya (Q.S Al-Baqarah:275). Bunga bank memiliki efek
negatif tehadap aktivitas ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, bunga bank akan
mengakibatkan petumbuhan ekonomi yang semu dan akan menurunkan kinerja
perekonomian secara menyeluruh serta dampak-dampak lainnya. Dalam segi sosial
pun akan membuat masyarakat terbebani akan bunga yang dirasa begitu berat (chaos).
Dengan pelarangan riba ini, diyakini bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
akan terus meningkat.
Ketiga poin tersebut merupakan secuil kecil peran ekonomi islam dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan bangsa yang hingga saat ini belum dapat
diselesaikan.
C.
Mengapa Ekonomi
Islam Perlu Diterapkan?
Peran ekonomi islam dalam percaturan ekonomi Indonesia sangat memiliki
pengaruh yang cukup besar. Ekonomi islam perlu diterapkan dan ditingkatkan
eksistensinya karena manfaatnya yang luar biasa dalam mengatasi permasalahan
bangsa dibandingkan dengan menerapkan sistem ekonomi konvensional yang justru
menjerat dan membenani masyarakat, khususnya ‘wong cilik’. Berikut ini adalah
sebuah jawaban mengapa perlu diterapkannya ekonomi islam di Indonesia.
1. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim dengan persentase 85%.
Jadi, sudah sewajarnya ekonomi islam diterapkan kedalam sistem perekonomian
Indonesia.
2. Ekonomi islam bersifat universal, artinya tidak hanya ditujukan
untuk umat muslim saja, melainkan bagi seluruh umat manusia (rahmatan lil
alamin).
3. Sudah banyak masyarakat yang telah menggunakan/menerapkan sistem
ekonomi islam, khususnya perbankan syariah.
4. Masyarakat telah merasakan secara langsung manfaat dari pelaksanaan
sistem ekonomi islam baik secara individu maupun sosial.
Apabila peluang-peluang ini dimanfaatkan secara serius dan baik, maka bukan
tidak mungkin masalah-masalah yang menjerat Indonesia selama ini akan
terselesaikan.
Secara logika, dasar dan prinsip telah terbukti bahwa ekonomi islam dapat
dikatakan lebih baik dan dapat menjawab tantangan global yang rentan krisis
daripada ekonomi konvensional. Dengan menerapkan ekonomi islam, bukan tidak
mungkin Indonesia bahkan dunia dapat kebal dari krisis ekonomi dan dampak yang
dihasilkannya. Untuk perkembangan perekonomian dimasa mendatang, diharapkan
ekonomi islam tidak hanya dijadikan produk semata, melainkan menjadi the
truly islamic economic which can help to solve economic problems in this
country.
D. Karakteristik Ekonomi Islam
Ekonomi sebagai suatu usaha mempergunakan
sumber-sumber daya secara rasional untuk memenuhi kebutuhan, sesungguhnya
melekat pada watak manusia. Tanpa disadari, kehidupan manusia sehari-hari
didominasi kegiatan ekonomi. Ekonomi Islam pada hakikatnya adalah upaya
pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai
dengan petunjuk Allah Swt. dalam rangka memperoleh ridho-Nya.
Menurut ahli Ekonomi Islam, ada 3 (tiga) karakteristik
yang melekat pada Ekonomi Islam, yaitu :
(a) Inspirasi dan petunjuknya diambil dari Al-Qur’an
dan Al-Sunnah;
(b) Perspektif dan pandangan ekonominya
mempertimbangkan peradaban Islam sebagai sumber;
(c) Bertujuan untuk menemukan dan menghidupkan kembali
nilai-nilai, prioritas, dan etika ekonomi komunitas muslim pada periode awal.
Berkaitan dengan hal pertama, terdapat deripatif dari
karakteristik Ekonomi Islam, yaitu sbb. :
(a) Tidak adanya transaksi yang
berbasis bunga (riba).
(b) Berfungsinya institusi zakat.
(c) Mengakui mekanisme pasar
(market mechanism).
(d) Mengakui motif mencari
keuntungan (profit motive).
(e) Mengakui kebebasan berusaha
(freedom of enterprise).
(f) Kerjasama ekonomi (Didin Hafidhuddin, 2003:
18-19).
E. Road Map Penerapan (2011-2021)
1.) Ekonomi Makro Islam
Kebijakan ekonomi makro islam yang diambil:
1. Membuat mata
uang yang memiliki jaminan emas (2011-2012).
Ø Pelaksana Bank Indonesia.
Ø Bank Indonesia bertanggung
jawab penuh atas program itu.
Ø Sebelumnya mata uang yang
belum mendapat jaminan emas ditarik sedikit demi sedikit kemudian diganti
dengan mata uang yang punya jaminan emas.
2. Menghilangkan inflasi (2012-2014).
Ø Pelaksana Bank Indonesia.
Ø Bank Indonesia menghilangkan
intrumen bunga dalam segala transaksi keuangan.
Ø menerapkan kebijakan fiskal
islam dalam mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara.
3. Mengunakan standar emas dalam satuan hitung
(2011-2012).
Ø Pelaksana Bank Indonesia.
Ø Program ini berjalan bersama
dengan membuat mata uang yang memiliki jaminan emas.
Ø Program ini membantu
perhitungan nilai mata uang.
4.
Mengoptimalkan zakat sebagai pendapatan Negara (2012-2015).
Ø Pelaksana BAZNAS dan DPR RI.
Ø DPR RI segera membuat aturan
UU yang berhubungan dalam pengelolaan zakat (2012-2013).
Ø Setelah aturan yang jelas
sudah BAZNAS bertindak sebagai pengelola Zakat.
Ø BAZNAS berkoordinasi dengan
BAZDA dan LAZ untuk mensinergikan program.
5.
Membentuk
bank sentral islam (2015-2016).
Ø Pelaksana Pemerintah Pusat RI.
Ø Bank Indonesia diganti
sistemnya dengan mengunakan sistem syari’ah.
6. Sistem yang dipakai adalah sistem ekonomi islam
(2011-2016).
Ø Pelaksana Pemerintah .
Ø Pemerintah membuat Kepres dan
melakukan kebijakan tentang kewajiban mengunakan sistem ekonomi islam dalam
menjalankan pemerintahan.
Ø Pemerintah pusat dan daerah bersinergi
dalam melaksanakan sistem tersebut.
Ø Pemerintah pusat membuat
program yang terencana dalam menerapan program tersebaut.
7. Membuat undang-undang sistem ekonomi Islam
(2011-2012).
Ø Pelaksana DPR RI dan
Pemerintah Pusat.
Ø UU tentang sistem ekonomi
islam harus dibuat beseerta semua intrumen yang ada untuk menunjang program
tersebut.
Ø Pemerintah membuat peraturan
dalam mengejawantahkan UU tersebut.
2.) Ekonomi Mikro Islam
Kebijakan ekonomi mikro Islam yang diambil:
Ø Mengoptimalkan UMKM
(2011-2021).
Ø Pelaksana Pemerintah, Lembaga
Keuangan dan Masyarakat.
Ø Pemerintah memberikan bantuan
modal berupa hibah (2011-2021).
Ø Lembaga keuangan member
kemudahan dalam penambahan modal (2011-2016).
Ø Masyarakat membuat pemesaran
yang efektif dalam optimalisasi UMKM (2011-2015).
Ø Sistem perbankan yang
digunakan adalah sistem perbankan islam (2011-2021).
Ø Pelaksana Pemerintah dan
lembaga Keuangan.
Ø Pemerintah sebagai pengambil
kebijakan dan pengawas pelaksanaan sistem perbankan islam.
Ø Lembaga keuangan sebagai
pelaksana dan member edukasi terhadap masyarakat.
Ø Mengunakan pasar modal
syari’ah, pengadaian syari’ah, rekasadana syari’ah, obligasi syari’ah, asuransi
syari’ah dll (2011-2021).
Ø Pelaksana BAPEPAM, Pegadaian,
Perusahaan reksadana, Pemerintah, Perusahaan Swasta, Perusahaan Asuransi dan
Lembaga Keuangan Bank atau non Bank.
Ø Pemerintah sebagai komandan
dan pengatur agar adanya sinergisitas program.
Ø Menghilangkan riba dalam dunia
keuangan (2011-2012).
Ø Pelaksana Pemerintah.
Ø Pemerintah membuat aturan
penghilangan bunga dalam segala transaksi.
Ø bunga dihilangkan secara utuh
dan ada hukuman yang jelas bagi yang melanggar.
BAB III
PENUTUP
Sistem
ekonomi islam saat ini yang diambil sebagai contoh adalah Bank Syariah
setidaknya dengan sistim-sistimnya yang telah dijelaskan diatas telah melakukan
program Ekonomi Islam/Syariah sebagai bentuk mewujudkan masyarakat yang adil
dan sejahtera.
Sedikit
paparan diatas mungkin membawa kita pada pertanyaan, apakah ekonomi Islam akan
mampu mengatasi problematika ekononomi, tidak hanya paradigma konvensional yang
menjadi mainstream, tetapi juga realita perekonomian yang tengah terjadi?
Jawabannya sebagian besar terletak pada apakah ekonomi Islam melakukan apa yang
harus dilakukan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan dalam pengertian
yang menyeluruh, sebagaimana tercantum dalam ajaran Islam. Hal ini memerlukan
analisa multi disiplin dengan memasukkan banyak faktor, tidak saja ekonomi,
tetapi juga aspek sosiologis, politik, sejarah dan tetap berpegang pada dimensi
moral tentunya.
Karena
itu dibutuhkan tidak hanya sekedar kemauan dan kemampuan pemahaman ilmu ekonomi
Islam, walaupun ini sangat penting. Dibutuhkan strategi yang terarah yang
disesuaikan dengan kondisi negara kita saat ini.
Saat
ini di Indonesia pengembangan ekonomi Islam dimulai dari lembaga keuangannya
yang relative lebihwell established. Sisi akademis dan aspek
legalitasnya sedikit tertinggal dari perkembangan praktek di lapangan, walaupun
sebenarnya pengkajian ini berbeda dengan Malaysia, dimana pendidikan dan aspek
legal sistem ekonomi Islam mampu mengimbangi kecepatan pertumbuhan lembaga
keuangannya.
Dengan
kondisi tersebut tentu dibutuhkan strategi yang tepat dan melibatkan pihak
praktisi, akademis, ulama dan regulator untuk merancang tahapan-tahapan
pengembangan lebih lanjut. Singkatnya dibutuhkan sebuahroad map ekonomi
Islam di Indonesia untuk lebih membuat upaya pengembangannya lebih terstruktur
dan terencana dengan baik.
Saat
ini upaya pengembangan ekonomi Islam yang dilakukan masih bersifat parsial dan
berjalan sendiri-sendiri ditiap stake holdernya. Kondisi ini pada satu sisi
menguntungkan pada jangka pendek ketika setiap pihak dengan semangat dan
kemampuannya berupaya mengembangkan ekonomi Islam.
Lembaga
Keuangan Syariah berupaya membangun industri keuangan yang stabil dan
bermanfaat. Lembaga amil zakat terus berusaha mengoptimalkan dana yang
terkumpul untuk mengurangi kemiskinan, para ahli ekonomi Islam terus mengembangkan
ilmu dan teori ekonomi Islam, dsb. Tetapi semuanya tanpa arah dan sistem yang
terstruktur dengan jelas dan baik.
Karena
itu mutlak diperlukan sebuah ”Arsitektur Ekonomi Islam Indonesia” untuk
menjadi road map pengembangan yang bersifat berkesinambungan. Para
”pejuang” ekonomi Islam harus duduk bersama dan merumuskan strategi yang
komprehensif dalam merancang sistem ekonomi Islam di Indonesia. Seyogyanya
rencana ini dapat kita realisasikan bersama demi kemajuan ekonomi umat agar
terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.
This post have 0 comments