Meski belum resmi berlaku Permenkes 51/2018, namun tata kelola layanan BPJS Kesehatan tak lagi berlaku gratis.
Setiap peserta BPJS dalam mendapatkan layanan kesehatan di era jaminan kesehatan nasional (JKN) akan berlaku tarif yang besarannya talah diatur.
Dalam regulasi baru itu akan berlaku tarif bagi pasien anggota peserta BPJS untuk mendapatkan layanan kesehatan beruap rawat jalan.
Setiap pasien peserta BPJS yang mendapatkan layanan bukan rawat inap harus membayar tarif tertentu.
Sebagaimana Permenkes 51/2018 tentang Pengenaaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program JKN itu mengatur tentang pemberlakuan biaya bagi pasien peserta BPJS yang rawat jalan.
"Namun tidak semua jenis penyakit berlaku tarif ini. Penyakit-penyakit tertentu yang berlaku biaya atau urun biaya tersebut," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Mohammad Cucu Zakaria, Senin (28/1/2019).
Pemberlakuan tarif biaya rawat jalan itu hanya untuk penyakit yang bukan hasil kasimpulan medis dokter pilihan peserta BPJS. Yakni penyakit yang tanpa rujukan dokter sebelumnya sehingga peserta BPJS memutuskan rawat jalan.
Herman menyebutkan ada kecenderungan pasien tidak puas dengan dokter yang satu mencoba sendiri ke dokter rumah sakit tertentu.
Kemudian mereka memutuskan periksa di salah satu rumah sakit. Inilah yang kemudian berlaku tarif rawat jalan
"Pusat telah mendiagnosa semua jenis penyakit yang biasa diderita pasien untuk rawat jalan."
"Jadi saat ini belum berlaku Urun biaya ini. Belum ada pemberlakuan tarif rawat jalan. Ingat tidak semua penyakit kok," tandas Herman.
Diakui bahwa sejumlah penyakit tertentu menjadi kecenderungan pasien untuk memilih rawat jalan.
Penyakit-penyakit selera pasien itu kini tengah dikelompokkan oleh Kemenkes. Artinya Permenkes 51 ini masih digodok.
Sebagaimana dituangkan dalam Permenkes bahwa berlaku tarif Urun biaya atau beban tarif Rp
20.000 setiap kali pasien melakukan kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan B. Untuk RS kelas C dan D Besarannya relatif murah yakni Rp 10.000 sekali rawat jalan.
Selain itu, juga berlaku maksimal kunjungan rawat jalan 20 kali. Batas jangka waktu kunjungan tiga bulan. Beban biaya paling tinggi sebesar Rp 350.000.
Selain akan berlaku tarif rawat jalan, Permenkes baru itu juga kembali mengatur mengenai besaran biaya naik kelas.
Ketentuannya, pasien BPJS hanya boleh naik kelas layanan Hanya satu kelas di atasnya, misalnya kelas 3 hanya boleh naik kelas 2.
Namun Herman menyebutkan bahwa naik kelas itu hanya pada layanan kamar saja.
"Jika kelas 2 harus empat pasien saat naik kelas 1 kamar diisi 2 pasien. Itu saja."
"Dokter dan layanan medis lain tetap sesuai kelasnya," tandas Herman
Inilah dalam ketentuan Permenkes yang kelas 2 nak ke kelas 1 harus membayar Selisih Biaya antara Tarif INA-CBG pada kelas rawat inap lebih tinggi.
Khusus untuk peningkatan kelas pelayanan rawat inap di atas kelas 1, harus membayar Selisih Biaya paling banyak sebesar 75% Tarif INA-BCS (tarif layanan keseluruhan).
Dwika Ari, Kabid Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Cabang Surabaya menambahkan bahwa tarif itu belum di berlakukan alias masih di godok di kementrian kesehatan.
Namun Urun biaya dan beban biaya itu tidak berlaku jika pasien yang bersangkutan tidak neko-neko.
"Tidak naik kelas dan tidak rawat jalan sesuai selera pasien."
"Perlu disampaiakan bahwa urun biaya itu tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah maupun pemerintah pusat," kata Ari.
Dalam ketentuannya nanti, semua terkait Urun biaya dan naik kelas itu RS harus menyampaikan utuh mengenai biaya Detailnya di muka.
Peserta BPJS dan keluarganya wajib tahu tentang biaya pelayanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dan berapa selisih biaya yang harus ditanggung peserta.
This post have 0 comments