MAKALAH LATIHAN KADER II (INTERMEDIATE TRAINING)
TEMA : TEORI PERUBAHAN SOSIAL II
JUDUL: “IMPLEMENTASI TEORI MODERNISASI DAN DEPEDENSI
DALAM PEMBANGUNAN DI INDONESIA”
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI PERSYARATAN PESERTA INTERMEDIATE TRAINING (LK II) HMI CABANG JAKPUSTARA
OLEH SAMSUDDIN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG TANJUNG JABUNG BARAT
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan Semesta
Alam yang
telah memberikan Rahmat, Taufiq, Hidayah, serta Innayah-Nya kepada kita
sehingga kita dapat
menjalankan aktivitas dalam kehidupan ini. Shalawat dan
Salam
semoga
tetap
tercurahkan kepada
Nabi
dan Rasul, Sang
Revolusioner sejati, yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju
kehidupan
yang penuh
dengan ilmu
pengetahuan.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri
sehinggapenulis dapat
menyelesaikan makalah
dengan
judul “Implementasi Teori Modernisasi
dan Depedensi dalam Pembangunan di
Indonesia” ini
untuk memenuhi syarat mengikuti Intermediate Training
(LK II) Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang JAKPUSTARA.
Meskipun makalah ini disusun untuk
memenuhi syarat dalam mengikuti
Intermediate Training
(LK II), semoga makalah
ini
bermanfaat sebagai penambah
wawasan kita tentang peran kita sebagai kader HMI. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan` saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah
ini.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kanda-kanda, ayunda-ayunda,
dan
kawan-kawan yang
telah memberikan dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.
Amin.
Kuala Tungkal, 25 November
2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumsan
Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hubungan Ekonomi dan Politik ................................................................ 3
B. Teori Modernisasi ..................................................................................... 5
C. Teori Depedensi ........................................................................................ 9
D. Penerapan
Teori Depedensi dan Modernisasi di Indonesia ...................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 17
B. Saran.......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Paska
perang dunia kedua banyak negara-negara di belahan dunia lepas dari belenggu penaklukan atas bangsaBarat. Negara-negara di kawasan Afrika, Asia,
dan
Amerika Latin setelah
melewati masa
revolusi
yang berat ,satu persatu
akhirnya mampu memproklamasikan kemerdekaannya.Walaupun telah
merdeka,namun sebagai Negara bekas jajahan ,tidak mudah bagi Negara-negara
ini
untuk akhirnya mampu bersaing
dan
menyamai kondisi perekonomian,perkembangan
teknologi dan
kesejahteraan
Negara-negara barat.Negara bekas jajahan ini sampai detik ini masih terbelakang
dan
dipandang sebelah mata ,sebagai Negara-negara dunia ketiga.Sejalan
dengan perkembangan teknologi dan
politik dunia,
usaha memakmurkan negara dan
mewujudkan kesejahteraan
bagi warga negara menjadi cita-cita negara-negara tersebut.
Kemiskinan dan keterbelakangan dalam segala bidang
menjadi ciri utama negara-negara
dunia ketiga. Masing-masing mulai berusaha
bangkit dari keterpurukan. Sampai pada awal tahun 2000-an ternyata hanya sebagian kecil negara dunia ketiga yang bisa dibilang
mendekati kemajuan, selebihnya masih
mengalami penjajahan model kedua yakni dengan penguasaan
model
baru atau
seringkali disebut neokolonialisme. Negara maju ternyata masih menjajah negara - negara ini
baik melalui ekonomi
maupun politik, secra
tidak langsung.
Melalui perdagangan bebas dan berbagai sistem moneter-ekonomi dunia,kapitalis barat perlahan-lahan merampas kekayaan dan menguasai sistem
ekonomi negara-negara dunia ketigaHampir semua hasil
ekonomi negara dunia ketiga beralih
ke
negara maju.Akibat penguasaan
inilah
negara dunia ketiga mengalami perlambatan
kemajuan, baik ekonomi, teknologi, pendidikan,
dan bidang lainnya.Sedapat mungkin Negara Barat atau kaum kapitalis berusaha menciptakan dominansi dalam pengadaan
hal-hal kebutuhan strategis bagi Negara
dunia ketiga sehingga pada akhirnya Negara dunia ketiga selalu tergantung pada
Negara kapitalis dan pada akhirnya tidak mampu berkembang.Lewat penjajahan
1
2
model seperti inilah,Negara dunia
ketiga
beserta
struktur pemerintahannya
dilemahkan dan akhirnya „diciptakan‟ untuk
terus menjadi terbelakang
Indonesia yang
termasuk didalamnya pun tidak luput atas penguasaan asing. Aset-aset negara dan hasil ekonomi banyak dinikmati kaum kapitalis
barat. Kebijakan ekonomi pemerintah
banyak didomonasi kepentingan Amerika dan
negara-negara maju. Kita merasakan selama enam puluh delapan tahun paska
kemerdakaan sebenarnya tidak banyak kekayaan alam Indonesia yang
dinikmati rakyat dan pembangunan kita tidak
sebaik negara maju. Ketidak
merataan tingkat
kesejahteraan rakyat disinyalir merupakan
dampak penguasaan kapital oleh asing. Kesenjangan sosial akibat ketidakmerataan semakin
tinggi antara desa dan kota
sedangkan munculnya kaum menegah ternyata masih
belum memberikan dampak
yang baik terhadap ekonomi bangsa.
Berbeda halnya dengan Venezuela, Bolivia, Kuba dan beberapa negara dunia ketiga dari
Amerika latin, yang mampu
memperbaiki
keadaan
mereka pasca
perang dunia
dan
melepas ketergantungan mereka pada kapitalis. Hal inilah yang menarik
untuk
dibahas lebih
lanjut dalam makalah ini tentang bagaimana
Indonesia dapat memahami tentang
ekonomi politik
melalui teori depedensi dan modernisasi dalam rangka membangun
perekonomian Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas,
penilus akan
menjelaskan tentang.
1. Ekonomi politik?
2. Teori modernisasi?
3. Teori depeensii?
4. Penerapan teori modernisasi dan depedensi di Indonesia?
C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang analisis politik ekonomi dan teori modernisasi dan
depedensi guna membangun
perekonomian
Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
A. Hubungan Ekonomi dan Politik
Secara
umum dikenal bahwa ekonomi-politik
merupakan
cabang dari ilmu
ekonomi. Namun, ekonomi-politik pada dasarnya lebih
luas dari pada ekonomi
tradisional. Obyek kajiannya meliputi proses-proses sosial dan institusional,
diantaranya dengan
melihat bagaimana kelompok-kelompok elit ekonomi dan politik berusaha mempengaruhi keputusan untuk
mengalokasikan sumber-sumber produktif langka untuk masa sekarang
atau mendatang, baik untuk kepentingan kelompok tersebut maupun untuk
kepentingan
masyarakat luas.1
Dalam Budi Suryadi, istilah ekonomi politik pertama kali digunakan antara
lain oleh Montchreiten dalam bukunya Trate de L Economic Politique, James Stuart Mill dalam bukunya Inquiry into Principles of Political Economy, dan
Frederyk Skarbek. Istilah ekonomi politik
sangat popular pada abad XVIII. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan cara-cara pemerintah dalam mengatur
perdagangan, pertukaran uang, dan pajak (secara kasar apa yang disebut dengan
kebijakan
ekonomi).2
Caporaso dan Levine dalam Ahmad
Erani Yustika
mengemukakan pendekatan
ekonomi politik secara definitif dimaknai sebagai interrelasi diantara aspek, proses dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi, investasi, penciptaan harga,
perdagangan,
konsumsi dan
lain sebagainya). Mengacu
pada definisi
tersebut, pendekatan ekonomi
politik mengaitkan seluruh penyelenggaraan politik, baik yang menyangkut aspek, proses
maupun kelembagaan dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun
yang diintrodusir oleh
pemerintah.3
1 Michael P. Todaro, Economic
Development In The Third World, (New York; Logman
Inc;1985), h. 352
2 Budi Suryadi, Ekonomi Politik Modern (Yogyakarta: IRCiSoD:2006),
h.2
3 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi-Politik; Kajian Teoritis
dan Analisis Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar:2009) h.7
3
Disamping itu
harus juga dipahami
bahwa pendekatan ini meletakkan bidang politik subordinat
terhadap ekonomi. Artinya instrumen-instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar (market mechanism), harga, dan investasi dianalisis dengan
mempergunakan setting sistem politik dimana kebijakan atau
peristiwa
ekonomi tersebut terjadi.
Dengan
kata
lain
pendekatan
ini melihat ekonomi
sebagai cara untuk melakukan tindakan (a way of acting), sedangkan politik
menyediakan ruang bagi tindakan tersebutt (a place to
act).
Sedangkan
Staniland (1985) menjelaskan, ekonomi politik dari dua level pengamatan, yaitu pada sisi isi (content)
dan
dari sisi konteks (context). Dari sisi content ada
beberapa
macam teori ekonomi politik. Kriteria
ini untuk mengidentifikasi apakah
teori tersebut memperlihatkan suatu hubungan sistematis antara peristiwa-peristiwa ekonomi dengan proses-proses
politik atau tidak. Hubungan sistematis antara ekonomi dan politik dapat dilihat dari tiga
kemungkinan sebagai berikut: Pertama, terdapat hubungan kausal antara ekonomi
dan proses politik.
Ini lazim
disebut model ekonomi
politik
„deterministik”. Model ini mengasumsikan bahwa ada hubungan deterministik antara ekonomi dan politik,
dimana politik menentukan aspek-aspek ekonomi dan
institusi-institusi
ekonomi menentukan proses-proses politik. Kedua,
ada hubungan timbal-balik
antara ekonomi dan politik. Ini yang disebut ekonomi politik “interaktif” yang
menganggap fungsi-fungsi politik dan
ekonomi berbeda, tetapi saling mempengaruhi satu dengan yang
lain. Ketiga, terdapat hubungan prilaku yang berlanjut atau kontinyu (a behavioural continuity) antara ekonomi dan politik. Walaupun aliran ekonomi politik cukup banyak, jika dilihat dari sisi context teori-
teori ekonomi-politik
secara kasar dapat dibagi atas dua kelompok saja.4
Kelompok
pertama disebut liberal, sedangkan kelompok kedua adalah para pengkritik kelompok liberal
(marxisme). Lebih jelasnya aliran pertama terdiri atas; mazhab liberalis (mencakup ekonomi politik liberal klasik, ekonomi politik
neo-klasik, ekonomi politik baru,
dan neoliberalisme). Kelompok ini sangat
menekankan alasanalasan logika ekonomi rasional dan proses mekanisme pasar.
Sedangkan aliran kedua, yaitu lahir dari dialektika pemikiran Marxisme yang
4 Deliarnov, Ekonomi Politik, (Jakarta; Erlangga; 2005), h.4
banyak menggunakan analisis konflik dan kekuasaan dalam
menelaah keputusan ekonomi yang merupakan hasil dari proses politik. Umumnya kelompok kedua ini digolongkan dalam kelompok
ekonomi politik radikal. Meski
penyebutan ekonomi politik radikal sebenarnya
masih sangat bervariasi, tetapi secara
sederhana dibedakan atas kelompok strukturalis dan dependensia.
Kelompok pertama dalam analisisnya memanfaatkan perjuangan kelas internasional antara pemilik
modal (kapitalis) dan
kaum
buruh (proletariat),
untuk memperbaiki nasib dan
kedudukan mereka. Dimana kaum proletariat juga perlu mengambil inisiatif untuk
mengembangkan
kekuasaan
golongan
kelas pemerintah
yang hanya menjadi alat dari pusat metropolitan.
Resepnya pembangunan
periferi (pinggiran)
harus dilakukan melalui periferi juga.
Sedangkan
kelompok
kedua melihat ketergantungan
dari
perspektif nasional dan
regional
dengan
melihat keadaan di
dalam dan di luar
wilayah,
dimana struktur dan kondisi interen dilihat sebagai faktor endogen, walau struktur interen ini, baik
dimasa lalu maupun
masa sekarang,
dipengaruhi oleh
faktor-faktor
eksternal. Pendekatan kedua ini menurut Thee Kian Wie diadopsi oleh pakar-
pakar dari wilayah-wilayah yang relatif
terbelakang dalam pembangunan sosial ekonominya,
khususnya
di
Amerika Latin
dengan munculnya teori ketergantungan
(Dependencia).
B. Teori Modernisasi
Teori mainstream adalah teori modernisasi dan
teori pembangunan
pertumbuhan
model W.W Rostow (1960;1978) dan
para pengikutnya. Teori
mainstream atau teori modernisasi adalah teori-teori yang
menjelaskan bahwa kemiskinan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor yang terdapat di dalam negera
yang bersangkutan. Teori
modernisasi
secara
umum
dapat diungkap
sebagai cara pandang
(visi) yang
menjadi modus utama analisisnya kepada faktor manusia
dalam suatu masyarakat.
Teori
ini terkenal oleh
Teori
modernisasi berlatar belakang
penetrasi kebudayaan asing yang padat modal dan teknologi untuk
dijadikan
acuan bagi kemajuan
masyarakat di Negara berkembang.
Teori modernisasi melihat tradisi masyarakat sebagai faktor penghambat yang
harus dieleminir oleh pola pikir rasional. Kematangan masyarakat menuju masyarakat industri, memiliki bentuk transisi yang
cukup panjang dan lama dalam bentuk orientasi sekarang (present oriented). Arief budiman pernah menyatakan
bahwa teori modernisasi berkembang di banyak Negara berkembang
dengan tidak
mempertimbangkan
akar
budaya lokal sebagai potensi pembangunan,
oleh karena itu bersifat a-historis.5
Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat
dalam proses
modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-
beda
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.
Proses
modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang
lingkup dan
masalahnya, mulai dari aspek
sosial,
ekonomi, budaya,
politik, dan seterusnya. Konsep modernisasi dalam arti khusus yang
disepakati teoritisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara: historis, relatif, dan analisis. Menurut
definisi historis, modernisasi sama dengan westernisasi atau
Amerikanisasi. Modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju
cita-cita masyarakat yang
dijadikan model. Menurut pengertian relatif, modernisasi berarti upaya yang
bertujuan untuk menyamai standar yang dianggap moderen baik oleh masyarakat banyak maupun oleh penguasa. Definisi analisis
berciri lebih khusus dari pada
kedua definisi sebelumnya
yakni
melukiskan
dimensi
masyarakat moderen dengan maksud untuk ditanamkan dalam masyarakat tradisional atau masyarakat
pra moderen.6
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke
arah yang lebih maju
atau meningkat dalam berbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses
perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana
dimaksudkan untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.7 Seiring dengan
5 Jakson, Robert Dan Geogrg Sorensen, 2009, Pengantar Studi Hubungan Internasional
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar) hal. 257-258
6 Sztompka, Piort, Sosiologi Perubahan Sosial, (Prenada, Jakarta, 2004), hlm 152-153
7 Abdulsyani, Sosiologi, Skematika,
Teori, dan Terapan, (Bumi Aksara, Jakarta, 1994) hlm
176-177.
pendapat Wilbert E. Moore yang mengemukakan bahwa modernisasi adalah suatu
transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra moderen dalam
arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola ekonomis dan politis yang
menjadi ciri-ciri negara barat yang stabil.8
Teori modernisasi lahir di tahun 1950-an di Amerika Serikat, dan
merupakan respon kaum intelektual terhadap perang
dunia yang bagi penganut evolusi
dianggap sebagai jalan
optimis menuju perubahan. Modernisasi menjadi penemuan
teori yang terpenting dari perjalanan
kapitalisme yang panjang dibawah
kepemimpinan Amerika Serikat. Teori ini lahir dalam suasana ketika dunia memasuki "Perang Dingin"
antara negara-negara komunis dibawah pimpina Negara Sosialis Uni Soviet Rusia (USSR). Perang
dingain merupakan bentuk
peperangan idiologi dan
teori antara kapitalisme dan Sosialisme. Sementara itu
gerakan
sosialisme Rusia mulai mengembangkan pengaruhnya tidak
saja di Eropa
Timur, melainkan juga di negara-negara yang
baru
merdeka. Dengan demikian dalam konteks perang dingin
tersebut,
teori modernisasi terlibat dalam peperangan
idiologi.
Teori modernisasi dan pembangunan yang pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang perubahan
sosial dalam perjalanannya telah menjadi sebuah
ideologi. Perkembangan ini adalah akibat dari dukungan dana dan politik luar biasa besarnya dari pemerintah
dan
organisasi maupun perusahaan swasta di Amerika Serikat serta negara-negara liberal lainnya. Semua itu
menjadikan
modernisasi dan pembangunan sebagai suatu gerakan ilmuwan
antardisiplin ilmu- ilmu sosial yang
memfokuskan kajian
terhadap perubahan sosial. Akibatnya
menjadikan teori modernisasi tidak hanya sekedar
merupakan "industri yang
sedang tumbuh", tetapi telah menjadi sebuah aliran pemikiran (a school of thought), bahkan telah menjadi sebuah idiologi.
Pengaruh
modernisasi di dunia ketiga sangat luas, tidak hanya pada kalangan akademisi di Perguruan Tinggi,
tetapi
juga
kalangan
birokrasi
yakni
para perencana dan pelaksana
program
pembangunan di
negara-negara dunia ketiga. Bahkan modernisasi juga
8 Wilbert E. Moore, "Social Verandering" dalam Social Change, diterjemahkan oleh A.
Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen, 1965 hlm 129
berpengaruh dalam pemikiran keagamaan di kalangan pemimpin dan pendidikan
agama. Modernisasi juga sangat mempengaruhi banyak
pemikiran kalangan
organisasi nonpemerintah. 9
Modernisasi hampir pada awalnya akan
mengakibatkan
disorganisasi dalam
masyarakat. Apalagi modernisasi mulai menyangkut nilai-nilai masyarakat dan norma-norma masyarakat. Proses yang begitu cepat serta tidak mengenal istirahat
hanya dapat menyebabkan disorganisasi yang
terus menerus, karena masyarakat
tidak pernah sempat untuk mengadakan reorganisasi. Salah satu faktor psikologi-
sosial yang
penting bagi
modernisasi adalah komitmen rakyat atau
sekurang- kurangnya keinginan mereka untuk menjadi moderen, karena
itulah sebagian
besar waktu dan
tenaga pemimpin politik
dicurahkan
untuk menjamin dan
memantapkan
komitmen atau
keinginan rakyat ini.
Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner (perubahan
cepat dari tradisi ke moderen). Selain itu
modernisasi juga berwatak
kompleks
melalui banyak cara dan disiplin ilmu), sistematik, menjadi gerakan global yang
akan mempengaruhi semua gerakan manusia, melalui proses yang
bertahap untuk menuju suatu homogenisasi (convergency) yang bersifat
progresif.10
Syarat-syarat Modernisasi adalah
sebagai berikut :
1. Cara berpikir yang ilmiah (Scientific thinking) yang melembaga dalam kelas pengusaha maupun
masyarakat.
Hal ini menghendaki suatu
sistem pendidikan
dan pengajaran
yang terencana dan
baik.
2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan
birokrasi
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu lembaga
atau badan
tertentu. Hal ini
memerlukan
penelitian yang
kontinu, agar
data
tidak tertinggal
9 Fakih, Mansour, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Insistpress, Yogyakarta,
2009) hlm 46-47
10 Lihat Werner, Myron, dan Samuel Huntington. Understanding Political Development. Boston : Little Bwown & Co. 1987. Lihat juga Lucian W. Pye. Communication and Political
Development. Princeton University Press. 1963.
4. Penciptaan
iklim yang favourable
dari masyarakat terhadap
modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. Hal ini harus
dilakukan tahap demi tahap,
karena banyak
sangkut pautnya dengan sistem kepercayaan masyarakat (belief system)
5. Tingkat organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, di lain pihak
berarti pengurangan
kemerdekaan
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (Social Planning). Apabila tidak dilakukan,
maka
perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari kepentingan-kepentingan yang ingin mengubah perencanaan tersebut demi kepentingan suatu golongan kecil dalam
13
masyarakat.
C.
Teori Depedensi
Kondisi ketergantungan adalah merupakan keadaan dimana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu
dipengaruhi oleh
perkembangan
dan ekspansi dari
negara-negara lain, dimana negara-negara tertentu hanya berperan sebagai
penerima akibat saja. Hubungan ketergantungan terjadi bila
ekonomi beberapa negara (yang
dominan tentu saja) bisa berekspansi dan berdiri sendiri, sedangkan ekonomi negaranegara tertentu (yang tergantung) mengalami
perubahan tetapi
hanya sebagai akibat dari ekspansi tersebut, baik
positif
maupun negatif.11
Teori ketergantungan tidak hanya berisi “kecaman” terhadap modernisasi Eropasentris, namun juga memberikan perspektif intelektual alternatif
yang
berakar di Dunia
Ketiga. Teori ini awalnya hendak menjelaskan persoalan
keterbelakangan negara-negara bekas
jajahan di Dunia Ketiga dan melihatnya
dalam konteks global melalui pendekatan struktural yang
di dasarkan pada pandangan Marxis yang
berpangkal pada materialisme. Selain itu
teori ini merupakan reaksi terhadap teori modernisasi
yang “menuduh” bahwa
keterpurukan pembangunan
di
Dunia
Ketiga disebabkan
oleh faktor internal
11 Theotonio Dos Santos, “The Sctructure of Dependence”, American Economic Review, Vol
60 (2), May, 1970, h. 231
negara yang bersangkutan sendiri. Jadi dapat disebutkan bahwa teori ini lahir dari
dua induk, yang
pertama adalah teori Marxis tentang imperialisme, yang
kedua adalah studi-studi empiris tentang
pembangunan di negara-negara pinggiran
(periphery), yang
digambarkan melalui pemikiran para tokohnya antara lain
oleh
Raul
Prebisch,
Paul Baran,
Andre Gunder Frank
dan Theotonio Dos Santos.12
Raul Prebisch, melihat ketergantungan sangat berdampak negatif bagi negara
pinggiran, adanya spesialisasi produksi yang
didasarkan pada keunggulan
komparatif bagi negara
maju dengan produksi
barang industri
dan negara
pinggiran dengan produksi
pertanian yang semula diharapkan menguntungkan
keduanya karena adanya saling
ketergantungan. Tapi kenyataannya Prebisch
melihat yang terjadi justru
penurunan nilai tukar dari komoditi pertanian terhadap komoditi industri, karena barang-barang industri otomatis lebih mahal di banding produk pertanian, akibatnya terjadi defisit pada neraca perdagangan negara-negara pertanian.
Sementara Paul Baran, seorang
pemikir Neo-Marxis yang
menentang pendapat Marx tentang pembangunan di negara Dunia Ketiga, bila Marx
mengatakan negaranegara kapitalis maju
akan menularkan sistem kapitalismenya ke negara berkembang dan ini akan mengakibatkan kemajuan negara-negara
berkembang.
Baran menolak dan
berpendapat lain sentuhan kapitalisme justru
mengakibatkan negara-negara prakapitalis akan terhambat kemajuannya dan akan terus
hidup dalam keterbelakangan. Sistem kapitalis di negara kapitalis
berbeda dengan
sistem
kapitalis di negara
pinggiran.
Di negara
pinggiran
sistem
kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme, orang yang
diinggapi penyakit
tetap kerdil dan
tidak bisa berkembang.
Sistem kapitalisme di negara berkembang merupakan kerjasama kaum bourjuis di negara kapitalis dengan pejabat di negara pinggiran yang menghasilkan kebijakan yang menguntungkan modal asing dan bourjuis lokal dengan mengorbankan kepentingan
rakyat negara pinggiran.
Sementara itu dalam Deliarnov, Andre G Frank mewakili pemikir
Dependencia mengajukan
tiga hipotesis melihat pola
hubungan
metropolis
(Negara Maju) dan negara-negara satelit (terbelakang):17
12Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga,,(Jakarta; PT Gramedia, 1995),
h. 46
1. Dalam
struktur
hubungan
antara negara-negara metropolis maju dengan negara-negara satelit yang
terbelakang, pihak metropolis akan berkembang dengan
pesat sedangkan
pihak
satelit akan tetap
dalam
posisi keterbelakangan.
2. Negara-negara terbelakang yang sekarang menjadi satelit, perekonomiannya dapat berkembang
dan
mampu mengembangkan industri yang otonom justru
bila
tidak terkait dengan metropolis
dari
kapitalis
dunia dunia, atau kaitannya sangat lemah
(tidak ada dominasi metropolis)
3. Kawasan-kawasan yang terbelakang saat ini, situasinya mirip dengan situasi sistem feodal di masa lalu, dimana ada kawasan yang
memiliki kaitan yang
kuat dengan metropolis dari sistem kapitalis
internasional akan terlantar
akibat adanya hubungan
perdagangan internasional.
Dalam tinjauan aspek
politik, pemikiran Frank menitik beratkan
pada
pola hubungan politis (dan ekonomi) antara modal asing dengan kelas-kelas yang berkuasa di negara satelit. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di negara satelit hanya menguntungkan kepentingan modal asing dan kepentingan pribadi / kelompok dari para bourjuis
lokal. Dimana keuntungan yang diperoleh
tidak
akan pernah
menetes kebawah (tricle down
effect).
Dalam Francis Abraham, Frank juga menolak pandangan Marxis
tentang pentahapan revolusi, yakni kalau suatu masyarakat feodal, perlu ada revolusi bourjuis dulu yang akan melahirkan masyarakat kapitalis, sebelum menjalankan
revolusi sosialis. Menurut Frank perubahan yang
diperlukan adalah langsung
menuju pada sosialisme. Meskipun
berusaha menghilangkan eksploitasi,
kemiskinan
danketerbelakangan melalui “land reform” dan pembentukan
“petani-
petani keluarga” hanya akan
mengubah bentuk
eksploitasi tertentu dan
tidak
akan
meletakkan suatu tujuan pada struktur kapitalis yang akan terus mendominasi dan
mengeksploitasi sektor pertanian
yang “egaliter” melalui monopoli-monopoli
komersial.13
13 Francis Abraham, Modernisasi di
Dunia
Ketiga
:
Suatu Teori Umum
Pembangunan,(Yogyakarta ; Tiara Wacana: 1991), h.109
Berbagai asumsi Frank yang terbangun di atas
mengantarkan pemikir Dependencia yang terkenal radikal ini, mengemukakan satu
jalan
untuk kemajuan
negara-negara pinggiran/satelit untuk maju yaitu hilangkan
ketergantungan penuh
terhadap negara maju/pusat atau putuskan hubungan dengan pusat. Kenyataannya
hampir
semua negara
Dunia
Ketiga sekarang mengalami penetrasi mendalam oleh, dan sangat tergantung
pada
negara-negara industri maju (atau negara-negara
“pusat”) dan terutama ekonomi dunia. Parahnya ketika penetrasi dan terjadinya
distorsi ekonomi juga berkaitan dengan
distorsi-distorsi lain dalam sistem sosial
dan
politik negara pinggiran, seperti yang digambarkan Raymond Duvall sebagai
berikut:14
D. Penerapan Teori Depedensi dan Modernisasi di Indonesia
Dalam
ruang lingkup
Indonesia, penerapan proses modernisasi dan
dependensi pernah dilakukan
oleh pemerintah. Salah satu penerapan
teori
modernisasi di Indonesia adalah ketika krisis ekonomi yang
melanda Indonesia tahun
1998, negara ini meminta bantuan
keuangan ke Dana Moneter Internasional (IMF), untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia (Intan,
2007). IMF (International
Monetary Fund) sebagai
lembaga
internasional memiliki tugas yaitu membantu negara untuk mendapatkan
kembali keseimbangan neracanya dengan dunia luar (Mukaffi, 2010). IMF adalah lembaga internasional
yang didominasi oleh
intervensi Amerika Serikat sehingga dapat mengontrol keputusan di IMF melalui hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yaitu sebesar 17, 81% (Intan, 2007). Besar persentase ini memberikan
hak veto bagi Amerika Serikat dalam penentuan
kebijakan
IMF.
Dalam jangka panjang, pada umumnya IMF mengintervensi kebijakan
moneter
di
Indonesia dengan kebijakan-kebijakan berikut (Intan, 2007):
1. Liberalisasi
perdagangan
: mengurangi
dan meniadakan
kuota
impor
dan tarif;
2. Deregulasi sektor perbankan sebagai program penyesuaian sektor
keuangan;
14 Mohtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi,
(
Jakarta;
LP3ES;1990), h. 206
3. Privatisasi perusahaan-perusahaan milik
negara; dan
4. Privatisasi lahan pertanian.
Kebijakan-kebijakan ini dijalankan pada saat kondisi masyarakat belum pulih dari krisis
ekonomi sehingga
perekonomian tidak membaik. Dampak dari
implementasi kebijakan-kebijakan
ini
banyak merugikan rakyat karena harus
mengeluarkan sosial cost yang sangat
besar. Adanya intervensi
IMF
dalam
kebijakan
moneter dalam negeri dan
munculnya ketergantungan Indonesia dengan IMF merupakan praktek teori modernisasi.
IMF dan pemerintah Indonesia dalam
hal
ini menyalahi prinsip
pokok modernisasi dan membuktikan kekurangan dalam teori modernisasi menurut Rostow yaitu modernisasi yang dipaksa mengalami percepatan (Intan, 2007).
Teori dependensi mengajukan solusi
bahwa sebaiknya negara-negara pinggiran yaitu negara berkembang
harus melepaskan pengaruh dari hegemoni negara
pusat
yaitu negara
maju. Upaya
ini pernah dilakukan oleh Indonesia dengan memutus hubungan kerjasama dengan IMF. Upaya mandiri ini tertuang pada TAP MPR VI/MPR/2002 yang saat itu mengamanatkan agar pemerintah tidak memperpanjang kerjasama dengan IMF pada akhir
tahun 2003 (Intan, 2007). Dengan demikian, secara politik, telah diputuskan bahwa Indonesia akan mandiri
dari
bantuan finansial IMF. Pada tanggal 12 Oktober
2006, amanat itu terealisasi. Indonesia secara efektif telah melunasi
seluruh pinjaman kepada IMF yang
seharusnya pelunasan tersebut jatuh tempo
pada
akhir 2010. Percepatan
pelunasan ini mengurangi beban utang
dan
meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusun
dan melaksanakan
program pembangunan ekonomi (Intan,
2007). Pemutusan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan IMF
merupakan salah satu praktek
teori dependensi. Hal ini dilakukan
untuk menciptakan kemandirian
bangsa yang tidak bergantung
dengan IMF yang banyak diintervensi oleh Amerika Serikat.
Namun,
penerapan modernisasi di Indonesia masih sangat dominan
karena banyak modal di aset-aset vital didominasi oleh modal asing.
A. Kesimpuan
BAB III PENUTUP
Ekonomi politik dari dua level pengamatan, yaitu pada sisi
isi (content) dan
dari
sisi konteks (context).
Dari sisi content ada beberapa macam teori ekonomi politik.
Kriteria ini untuk mengidentifikasi apakah teori tersebut memperlihatkan
suatu hubungan sistematis
antara peristiwa-peristiwa ekonomi dengan proses- proses politik atau tidak. Hubungan sistematis antara ekonomi dan politik dapat
dilihat dari tiga kemungkinan sebagai berikut: Pertama, terdapat hubungan
kausal antara ekonomi
dan
proses
politik.
Ini lazim
disebut
model
ekonomi politik
„deterministik”.
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke
arah yang lebih maju
atau meningkat dalam berbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses
perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang
lebih maju, dimana dimaksudkan
untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Teori ketergantungan tidak hanya berisi “kecaman” terhadap modernisasi Eropasentris, namun juga memberikan perspektif intelektual alternatif
yang
berakar di Dunia
Ketiga. Teori ini awalnya hendak menjelaskan persoalan
keterbelakangan negara-negara bekas
jajahan di Dunia Ketiga dan melihatnya dalam konteks global melalui pendekatan struktural yang
di dasarkan pada pandangan Marxis yang
berpangkal pada materialisme. Selain itu
teori ini merupakan reaksi terhadap teori modernisasi yang “menuduh” bahwa
keterpurukan pembangunan
di
Dunia Ketiga
disebabkan oleh
faktor
internal
negara yang bersangkutan sendiri. Jadi dapat disebutkan bahwa teori ini lahir dari
dua induk, yang
pertama adalah teori Marxis tentang
imperialisme, yang kedua
adalah
studi-studi empiris tentang pembangunan di negara-negara pinggiran (periphery), yang digambarkan melalui pemikiran para tokohnya antara lain oleh Raul Prebisch,
Paul Baran,
Andre Gunder Frank
dan Theotonio Dos Santos
Dalam jangka
panjang, pada
umumnya IMF mengintervensi
kebijakan
moneter
di
Indonesia dengan kebijakan-kebijakan berikut
(Intan,
2007):
17
18
1. Liberalisasi
perdagangan
: mengurangi
dan meniadakan
kuota
impor
dan tarif;
2. Deregulasi sektor
perbankan
sebagai program penyesuaian
sektor keuangan;
3. Privatisasi perusahaan-perusahaan milik
negara; dan
4. Privatisasi lahan pertanian.
B. Saran
Negara-negara dunia ketiga khususnya Indonesia harus
berani (bertindak tegas) dalam suatu kebijakan untuk
memutuskan hubungan dengan kapitalisme dunia dan mengarah pada pembangunan yang mandiri. Hal ini tentunya tidak
dengan secara radikal, namun harus ada target/rentang
waktu tertentu, karena kita
harus mampu bersaing dansurvive dalam menghadapi
era
globalisasi. Konsep
(strategi) pemutusan hubungan ketergantungan tersebut sudah harus
dicanangkan/dimulai walau secara bertahap, dan tentunya perubahan-perubahan
ini
harus disikapi dengan Political Will
pemerintah dan regulasi-regulasi cerdas
untuk menata dan mengedepankan sektor
riil. Tidak ada salahnya kita menengok
sejarah Orde Lama (Era Soekarno) bagaimana konsep berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) digali dan dikembangkan lagi. Dan juga kita tidak perlu malu dan
ragu mengadopsi konsep keberhasilan negara-negara Amerika Latin seperti Venezuela,Kuba dan Bolivia yang
mampu membuktikan bahwa seperangkat alat revolusi sosial demokrat mereka terbukti mampu melepaskan mereka dari
dominansi kapitalis
dan
mampu berdiri sebagai Negara mandiri.Indonesia harus
mulai menghapuskan paradigma Growth
Oriented
dan beralih
kepada
Development Oriented yang pada hakikatnya lebih pro rakyat,pro kesejahteraan umum,mengutamakan kesetaraan ekonomi dan sangat cocok untuk kondisi NSB seperti Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 1994. Sosiologi, Skematika, Teori,
dan
Terapan. Bumi Aksara. Jakarta.
Ahmad
Erani Yustika. 2009. Ekonomi-Politik; Kajian Teoritis dan Analisis Empiris.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arief Budiman. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia
Budi Suryadi. 2006.Ekonomi Politik Modern. Yogyakarta: IRCiSoD.
Deliarnov. 2005. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.
Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya
Teori Pembangunan
dan Globalisasi. Insistpress,
Yogyakarta.
Francis Abraham. 1991. Modernisasi di
Dunia Ketiga : Suatu
Teori Umum Pembangunan. Yogyakarta ; Tiara Wacana.
Jakson, Robert Dan Geogrg Sorensen, 2009, Pengantar
Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lihat Werner, Myron,
dan Samuel Huntington. Understanding Political Development.
Boston
: Little Bwown & Co. 1987. Lihat juga Lucian W. Pye. Communication and Political
Development. Princeton University Press. 1963.
Michael P. Todaro. 1985. Economic Development In The Third World. New York: Logman
Inc.
Mohtar Mas‟oed.
1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta;
LP3ES.
Sztompka, Piort.
2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada, Jakarta.
Theotonio Dos Santos. 1970. “The Sctructure of Dependence”, American Economic
Review,
Vol 60 (2), May.
Wilbert E.
Moore, "Social Verandering"
dalam
Social Change, diterjemahkan oleh A.
Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen, 1965.
This post have 0 comments